Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kilas Balik

Ilustrasi by National Geographic Indonesia

Di tanah yang begitu subur, kita selalu senyum melihat bagaimana mentari mulai menari ketika pagi telah bangun dari malam-malam nya yang panjang, burung-burung berkicau mencari makan di pepohonan yang rindang, hal yang sering kita temukan sebagai anak desa begitu alami bagi kita, begitu juga aktivitas masyarakat sebagaimana mestinya. 

Seorang petani akan mempersiapkan kebutuhan taninya hari ini, setelah ia seduh kopi buatan istri tercinta, begitu juga dengan seorang nelayan yang akan menjelajahi laut lebih awal dari mentari.

Sebut saja namanya El, seorang mahasiswa, malam itu dia bercerita dengan teman lama, Rifki namanya, cerita mereka mengarah kepada kondisi hari ini, bagi El kondisi hari ini terlalu kejam akan semuanya.

"Kondisi saat ini terlalu rakus, terlalu bising, makanya saya lebih merindukan masa lalu, bukan berarti pesimis tapi lebih takut apa yang telah terbangun sejak lama akan runtuh."

"Apa yang perlu ditakuti? Bukankah saat ini kita berada di zaman yang penuh kemudahan? Rakus dan kebisingan itu satu hal yang pasti." Sambung Rifki.

"Ya benar, ketakutan itu alami yang ada pada diri setiap orang, dan hari ini saya benar-benar takut, takut akan nilai-nilai humanis dalam bermasyarakat yang telah di bangun sejak dulu akan hilang,  apa yang saudara Rifki katakan benar adanya, bahwa kita hidup di zaman yang penuh kemudahan, tapi apakah kita telah benar-benar siap menerima kemudahan ini? Atau sebaliknya dengan kemudahan kita lebih mudah mencaci-maki, atau lebih mudah mencuri?"

"Penopang ekonomi dan kebutuhan sosial, kini menjadi dinding pemisah dan satu wajah buruk buat kita."

"Kenapa buruk?" Tanya Rifki.

"Sebab semua telah terbalik, kondisi saat ini sangat canggih, apakah kita perlu menyalahkan pemerintah atau oknum-oknum yang memang tidak bertanggung jawab atas semua ini atau juga kurangnya penerapan nilai-nilai pancasila dalam lingkungan keseharian kita, sehingga secara praktiknya nihil."

Lalu mereka terdiam, mengingat kembali peristiwa yang terjadi, mau menyalahkan siapa? Yang ada hanya dilema, antara ada dan tiada, kata-kata tidak akan mungkin menjadi pembenaran, tapi sudah berapa banyak orang-orang melakukan pembenaran atas dasar kata-kata.

Tapi peristiwa tetaplah peristiwa, kita hanya perlu belajar dari segala keadaan yang pernah datang dan pergi, sebab hari kemarin adalah pembelajaran untuk hari ini agar hari kedepan jauh lebih baik.

Malam semakin gelap, waktu tak pernah mau diajak berdamai, semoga kita mampu menghadirkan warna  kehidupan yang baru agar mempererat tali persaudaraan kita. Kilas balik, pembahasan mengalir begitu deras, sementara kopi telah dingin akibat kencangnya angin malam.

Oleh: M. Sahlan