Cinta Adalah Inspirasi
Telah lama mereka sudah saling mengenal, bahkan sangat dekat. Kebersamaan mereka terbilang penuh liku. Banyak rintangan mereka alami. Namun, tak satupun masalah itu menjadi pemisah dan jurang diantara mereka.
Mungkin karena waktu sudah menjadikan keduanya sosok yang setia dalam kebersamaan. Kekuatan cinta diantara keduanya adalah satu-satunya alasan bahwa tidak ada yang namanya perpisahan.
Waktu terus berganti. Tak ada satu pun mahluk yang megetahui apa yang akan terjadi.
Begitu pula dengan Faris dan Hani. Rupanya perpisahan itu datang saat keduanya sedang mengejar Cita-cita. Perbedaan cita-cita menjadi alasan lain perpisahan itu.
Keduanya pun menyadari hal tersebut. Sore itu menjadi hari yang berat. Berat karena berpisah dengan orang yang sudah sekian lama bersama berbagi suka dan duka. Sesekali rasa takut dan cemas menghantui keduanya atas apa yang akan terjadi di hari esok.
***
Pelabuhan bisu menjadi saksi betapa waktu berputar begitu cepat, menggantikan bahagia menjadi duka, rindu menjadi lara. Hati Hani pun semakin sedih bersama suara ombak di atas jembatan saat itu. Kapal melepaskan talinya. Perlahan wajahnya pun hilang di atas jembatan itu.
Di anjungan kapal, Hani melambaikan tangan. Lalu, dibalas oleh Faris. Kapal perlahan meninggalkan jembatan pagi itu. Semenjak itu, kehidupan sehari-hari tak lagi bergairah dalam benaknya. Faris menjadi tak berdaya dalam beraktivitas. Keseharianya hanya melamun dan merenung mengingat masa-masa bersama Hani.
Faris terus mencari ketenangan, mencari kebebasan dari belenggu itu. Suatu ketika ia luangkan waktunya untuk bermain bola bersama teman-temannya.
Hal itu ia lakukan untuk jauh dari ketidaknyamanan hatinya. Apabila malam datang, ia duduk bersama teman kosnya. Aktivitas ini terus ia lakukan. Sambil duduk, Faris melihat bintang di awan. Tiba-tiba Handphonenya berbunyi. Terlihat jelas gambar dan nama Hani di layar kaca Handphone.
“Assalamualaikum,” Hani mengawali percakapan. “Waalaikumsallam," Disambut oleh Faris dengan nada sedikit rendah. “Kamu sedang apa,” Tanya Hani pelan. “Aku sedang membaca buku,” Ujar Faris.
Ketika percakapan terjadi beberapa menit. Faris tak sengaja menjawab pertanyaan dari Hani, sehingga tanya tidak nyambung. Atas masalah itu, Hani menertawakan Faris tiada henti-hentinya. Faris menjadi kesal karena perbuatan Hani tidak menghargainya, beberapa kali Faris mencoba mencegahnya namun Hani selalu mengabaikan, amarah Faris melabung tinggi. Dengan tidak sadar Faris mengeluarkan kata kasarnya kepada Hani.
“Aku tak suka kamu berkata seperti itu Faris. Bayangkan orang tuaku saja tak pernah berbuat seperti itu kepadaku. Kamu kan tahu bahwa aku paling tidak suka orang mengeluarkan kata seperti. Kamu sama sekali tidak menghargai perasaanku. Kalau sifatmu seperti begini mendingan kita pisah,” ucap Hani dengan nada keras.
Faris kaget mendengar apa yang disampaikan Hani, sebab pada saat itu ia juga tidak sadar sehingga, spontan kata kasar itu keluar dari mulutnya. Faris tak dapat berbuat apa-apa, semua yang telah ia pertahankan selama ini telah musnah digulung badai, disaat yang sama Faris hanya mengeluarkan kata terahir dari mulutnya.
"Kalau memang ini menjadi keputusanmu Hani, aku tak dapat berbuat apa-apa, semoga kamu mendapat lelaki yang lebih baik dariku,” Hani mematikan telepon.
Penyesalan timbul dalam benak Faris, mengapa Hani begitu tega memutuskan hubungan mereka. Mereka telah menjalani hubungan selama 10 tahun dengan susah payah. Ternyata semua sia-sia, karena Faris mengeluarkan kata kasar kepadanya.
Dalam benak Faris, setidaknya Hani memberi toleransi kepadanya. Mungkin karena kehilafan dia, terlalu terbawa emosi. Faris tahu Hani orangnya kaya gimana. Makanya ketika mendengar kata pisah Faris sangat syok. Seakan tidak menyangka. Hani sekejam itu. Serentak ia dilanda pergulatan batin yang sangat dahsyat.
Pikirannya ta’karuan. Mungkin karena Hani telah jauh dari pandangannya. Ataukah telah bertemu dengan lelaki lain yang baik darinya sehingga Hani tak memberinya kesempatan. Hani sangat berubah semenjak ia melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi.
Dan juga, kampus yang Hani tempati merupakan salah satu universitas ternama di Maluku Utara, sehingga secepat itu Hani melupakannya, begitulah yang sempat terfikir dalam benak Faris.
Menjelang beberapa minggu, Faris tak menyangka Hani menelponnya, serentak ia langsung mengangkat hanphonenya dan menjawab. Namun kala itu, bukanlah waktu yang tepat, sebab ia lagi bersama teman-temanya sedang berdiskusi.
"Kamu lagi ngapain," Tanya Hani seakan tak ada masalah. "Aku lagi kajian bersama teman-teman," ujar Faris. "Kajian itu seperti apa," Hani kembali bertanya. "Masa kamu tidak tahu," ujar Faris penuh enteng.
Walaupun belum sempat kuliah namun Faris selalu mengikuti agenda-agenda belajar. Hani mematikan telepon. Faris menjadi bingung. Sebenarnya ada apa sampai Hani mematikan telepon tanpa memberi isyarat. Mungkin karena tersinggung. Ah sudahlah. Faris melanjutkan diskusi.
Juli 2016 Hani dan Faris tak lagi saling memberi kabar layaknya pencinta dan kekasih. Saat itulah tak ada lagi kabar sama sekali. mungkin karena ego yang terlalu menghanyut persaan mereka sehingga tak ada yang mau menelepon.
Malam berganti malam. Bintang-bintang terus memancarkan cahayanya disepertiga jalan. Suhu dingin membalut gelapnya malam. Faris masih saja menatap ke atas penuh pengharapan, sesekali berdoa kepada tuhan. Kapan mereka dipertemukan.
Tak terasa lima bulan telah berlalu. Dengan sabar Faris selalu menunggu kabar dari Hani. Namun Hani tak kunjung menelpon. Faris mulai sadar. mungkin karena waktu itu ia terlalu kekanak-kanakan sehingga akhirnya seperti ini.
Faris sangat merindukan Hani. Hani adalah bagian dalam hidupnya, motivasinya, inspirasinya. Orang yang sangat spesial dalam hidupnya. Sehingga dari kesalahan itulah Faris mencoba berusaha menjadi pribadi yang dewasa. Agar kedepanya tak lagi terulang kembali masalah kelam itu.
2017 Faris mulai mendaftar kuliah disalah satu perguruan tinggi. Hari-hari yang ia lalui hanya belajar dan berdiskusi. Disamping belajar, Faris selalu jadikan bayangan Hani sebagai penyemangatnya. Bayangan Hani selalu saja datang. Hani adalah tonggak utama dalam hidupnya.
Dalam kehidupan perkuliahannya Faris juga tak lupa meminta restu dan doa dari kedua orang tuanya. Sehingga nilai-nilai yang ia peroleh semuanya memuaskan.
Faris juga pernah diakui Universitas, karena mampu menjuarai lomba menulis sastra. Walaupun waktu itu ia masih berada disemester empat namun ia mampu bersaing dengan senioritas yang di atas.
Suatu saat ada sebuah perlombaan yang diselegarakan oleh kantor bahasa, dengan tema “Mengembangkan potensi generasi muda yang kreatif”. Perlombaan itu dilakukan dalam skala provinsi.
Faris adalah salah satu mahasiswa yang direkomendasikan dari Universitas untuk mengikuti perlombaan tersebut. Di akhir perlombaan. Faris mampu menjuarainya dengan hasil karyanya yang dapat memuaskan para tim penilai.
Semua itu ia lakukan demi menunjukan kepribadiannya kepada Hani bahwa, sesungguhnya ia telah berubah dan ia juga bisa berkarya seperti orang-orang lain, karena prinsipnya mengapa orang lain bisa, ia tidak bisa.
Kalimat tersebut sangat memotivasinya untuk berkarya lebih banyak lagi. Sekarang Faris telah memiliki karya sendiri sebanyak Empat buah cerpen.
***
Sepetak gambaran mulai meriang dalam jiwanya. Aromah kebahagiaan tertanam dalam wajah yang polos. Perasaan cinta terhadap Hani tak pernah hilang walaupun diterpa carut marutnya dunia. Keyakinannya tak pernah pudar. Ia selalu yakin bahwa suatu saat tuhan bakal memberikan jalan yang terbaik buatnya, lirih Faris dalam hati.
Namun keinginannya berbalik delapan puluh derajat ketika mendengar kabar. Ternyata Hani telah menjalani hubungan dengan pria lain. Denis nama pacarnya. Faris kaget dan tak berdaya. Tatapannya menjadi kosong. Seakan gelap telah menghantuinya seketika. Mengapa harus Denis yang Hani pilih. Denis adalah sahabat Faris sewaktu SMP dulu. Bukan hanya sahabat. Tapi Denis adalah saudaranya sendiri.
Faris dan Denis sangat akrap. Sampai-sampai makan selalu bersama-sama. Bahkan tidur juga bersama-sama. Layaknya saudara kandung.
Namun Faris terima dengan lapang dada. Sempat terfikir dalam benaknya bahwa kalaulah jodoh pasti mereka akan dipertemukan kembali, mungkin Tuhan mengetahuinya.
Faris melakukan aktivitas perkuliahannya seperti biasa. Agenda belajar sangatlah diutamakan dalam dirinya. Ia sangat dikagumi dan juga disegani oleh teman-teman mahasiswa. Namun bukan berarti Faris menjadi pribadi yang sombong.
Ia menganggap dirinya biasa-biasa saja. Karena pada dasarnya manusia tidaklah bodoh. Mungkin karena kita sendiri yang tidak mau berusaha.
Pagi itu tetesan embun masih membekas di dedaunan. Cuaca sangat riang. Sementara Faris masih duduk ditempat biasa sambil membaca buku tepatnya depan gedung rektor saat ia berada di kampus. Tiba-tiba seorang dosen memanggilnya untuk masuk ke ruangan rektor.
"Assalamualaikum… bapak memanggil saya," tanya Faris penu sopan. "Iya," jawab pak rektor. "Selamat atas kerja kerasmu selama ini Faris. Kamu adalah salah satu mahasiswa yang akan diberangkatkan untuk mengikuti perlombaan menulis sastra tingkatan Nasional," sambung pak rektor sembari menjabat tangan Faris.
Selepas mendengar ucapan itu. Air mata Faris tak dapat dibendung. Bercucuran membasahi kedua belahan pipinya. Faros hanya bisa mampu berkata dalam benaknya.
"Ya Allah terima kasih atas segalanya telah engkau berikan kepada hambahmu yang lemah ini. Terima kasih engkau telah membuka jalan hidupku," ucap Faris penuh bahagia.
Oleh: Juanda Umaternate